Selasa, 10 Juli 2012

Fenomena Sumur Resapan Tembalang


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
            Air merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi kehidupan manusia. Karena itu jika kebutuhan akan air tersebut belum tercukupi maka dapat memberikan dampak yang besar terhadap kerawanan kesehatan maupun sosial. Pengadaan air bersih di Indonesia khususnya untuk skala yang besar masih terpusat di daerah perkotaan, dan dikelola oleh Perusahan Air Minum (PAM) kota yang bersangkutan. Namun demikian secara nasional jumlahnya masih belum mencukupi dan dapat dikatakan relatif kecil yakni 16,08 % (1995). Untuk daerah yang belum mendapatkan pelayanan air bersih dari PAM umumnya mereka menggunakan air tanah (sumur), air sungai, air hujan, air sumber (mata air) dan lainnya.
            Dari data statistik 1995, prosentasi banyaknya rumah tangga dan sumber air minum yang digunakan di berbagai daerah di Indonesia sangat bervariasi tergantung dari kondisi geografisnya. Secara nasional yakni sebagai berikut : Yang menggunakan air leding (PAM) 16,08 %, air tanah dengan memakai pompa 11,61 %, air sumur (perigi) 49,92 %, mata air (air sumber) 13,92 %, air sungai 4,91 %, air hujan 2,62 % dan lainnya 0,80 %.
            Permasalahan yang timbul yakni sering dijumpai bahwa kulaitas air tanah maupun air sungai yang digunakan masyarakat kurang memenuhi syarat sebagai air minum yang sehat bahkan di beberapa tempat bahkan tidak layak untuk diminum. Air yang layak diminum, mempunyai standar persyaratan tertentu yakni persyaratan fisis, kimiawi dan bakteriologis, dan syarat tersebut merupakan satu kesatuan. Jadi jika ada satu saja parameter yang tidak memenuhi syarat maka air tesebut tidak layak untuk diminum. Pemakaian air minum yang tidak memenuhi standar kualitas tersebut dapat menimbulkan gangguan kesehatan, baik secara langsung dan cepat maupun tidak langsung dan secara perlahan.
            Untuk menanggulangi masalah tersebut, salah satu alternatif yakni dengan cara mengolah air tanah atau air sumur sehingga didapatkan air dengan kualitas yang memenuhi syarat kesehatan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas, Kelompok Pengkajian Sistem Pengelolaan Air, Kedeputian Bidang Analisis Sistem, BPP Teknologi, telah mengembangkan teknologi untuk mengolah air sumur menjadi air yang dapat langsung diminum tanpa dimasak terlebih dahulu. Unit alat tersebut terdiri dari antara lain : pompa air baku, filter bertekanan, filter mangan zeolit, filter karbon aktif, cartridge filter dan sterilisator ultra violet. Unit alat tersebut dapat dirancang sesuai dengan kapasitas yang diinginkan.

BAB II

PEMBAHASAN

APLIKASI SUMUR RESAPAN, STUDI KASUS DI KECAMATAN TEMBALANG, SEMARANG, JAWA TENGAH

Kecamatan Tembalang merupakan salah satu kecamatan yang terletak di wilayah Semarang atas, yang memiliki fungsi sebagai daerah resapan air. Akan tetapi, laju pertumbuhan penduduk dan pembangunan yang pesat, mengakibatkan daerah Tembalang mengalami perubahan fungsi tata guna lahan. Dalam menghadapi permasalahan tersebut, yang harus dilakukan adalah dengan menahan debit air berlebih yang turun ke wilayah Semarang bawah yaitu dengan pembuatan sumur-sumur resapan di daerah Semarang atas, yang dalam hal ini mengambil lokasi penelitian di Kecamatan Tembalang. Dari perhitungan diatas didapatkan hasil bahwa volume air di Kecamatan Tembalang yang tidak dapat terserap kedalam tanah jika terjadi hujan sebesar 889 liter/detik. Untuk itu dibutuhkan 330 sumur resapan di Kecamatan Tembalang dengan diameter sumur 0,2 meter untuk akuifer 20 m untuk menggantikan debit air yang melimpas tadi.
Dalam menentukan lokasi sumur resapan harus mempertimbangkan aspek fisik geologi, karena tidak semua lokasi cocok untuk sumur resapan, contohnya adalah Perumahan Bukit Diponegoro. Pembuatan sumur resapan pada perumahan tersebut akan mengakibatkan longsor.

BAB III
KESIMPULAN
Penghamburan air akibat ketiadaannya penyaluran air yang baik pada lahan yang diairi dengan irigasi (untuk penghematan dalam jangka pendek) dapat berakibat terjadinya kubangan dan penggaraman yang akhirnya dapat menyebabkan hilangnya produktivitas air dan tanah. Belum lagi lahan yang tertutup paving dan bangunan. Sekarang ini di Kawasan Tembalang semakin marak pembangunan bangunan dan paving. Sehingga air tidak dapat meresap masuk ke dalam tanah. Seiring dengan majunya pembangunan perlu adanya sinkronisasi, antara pembangunan dan penyediaan lahan  untuk penyerapan air tanah. Untuk mengantisipasi terjadinya kekeringan di daerah Tembalang, karna lahan tidak mampu menyerap air. Namun agar lahan penyerapan berfungsi sesuai harapan, harus ada relokasi ulang yang sesuai dengan kondisi geografisnya. Tidak seperti sumur resapan di daerah Bukit Diponegoro yang malah menyebabkan longsor. Dengan kata lain harus ada peninjauan wilayah lebih lanjut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar