BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Air merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi kehidupan
manusia. Karena itu jika kebutuhan akan air tersebut belum tercukupi maka dapat
memberikan dampak yang besar terhadap kerawanan kesehatan maupun sosial.
Pengadaan air bersih di Indonesia khususnya untuk skala yang besar masih
terpusat di daerah perkotaan, dan dikelola oleh Perusahan Air Minum (PAM) kota
yang bersangkutan. Namun demikian secara nasional jumlahnya masih belum
mencukupi dan dapat dikatakan relatif kecil yakni 16,08 % (1995). Untuk daerah
yang belum mendapatkan pelayanan air bersih dari PAM umumnya mereka menggunakan
air tanah (sumur), air sungai, air hujan, air sumber (mata air) dan lainnya.
Dari data statistik 1995, prosentasi banyaknya rumah tangga dan sumber air
minum yang digunakan di berbagai daerah di Indonesia sangat bervariasi
tergantung dari kondisi geografisnya. Secara nasional yakni sebagai berikut :
Yang menggunakan air leding (PAM) 16,08 %, air tanah dengan memakai pompa 11,61
%, air sumur (perigi) 49,92 %, mata air (air sumber) 13,92 %, air sungai 4,91
%, air hujan 2,62 % dan lainnya 0,80 %.
Permasalahan yang timbul yakni sering dijumpai bahwa kulaitas air tanah maupun
air sungai yang digunakan masyarakat kurang memenuhi syarat sebagai air minum
yang sehat bahkan di beberapa tempat bahkan tidak layak untuk diminum. Air yang
layak diminum, mempunyai standar persyaratan tertentu yakni persyaratan fisis,
kimiawi dan bakteriologis, dan syarat tersebut merupakan satu kesatuan. Jadi
jika ada satu saja parameter yang tidak memenuhi syarat maka air tesebut tidak
layak untuk diminum. Pemakaian air minum yang tidak memenuhi standar kualitas
tersebut dapat menimbulkan gangguan kesehatan, baik secara langsung dan cepat
maupun tidak langsung dan secara perlahan.
Untuk menanggulangi masalah tersebut, salah satu alternatif yakni dengan cara
mengolah air tanah atau air sumur sehingga didapatkan air dengan kualitas yang
memenuhi syarat kesehatan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas, Kelompok
Pengkajian Sistem Pengelolaan Air, Kedeputian Bidang Analisis Sistem, BPP
Teknologi, telah mengembangkan teknologi untuk mengolah air sumur menjadi air
yang dapat langsung diminum tanpa dimasak terlebih dahulu. Unit alat tersebut
terdiri dari antara lain : pompa air baku, filter bertekanan, filter mangan
zeolit, filter karbon aktif, cartridge filter dan sterilisator ultra violet.
Unit alat tersebut dapat dirancang sesuai dengan kapasitas yang diinginkan.
BAB II
PEMBAHASAN
APLIKASI SUMUR
RESAPAN, STUDI KASUS DI KECAMATAN TEMBALANG, SEMARANG, JAWA TENGAH
Kecamatan
Tembalang merupakan salah satu kecamatan yang terletak di wilayah Semarang
atas, yang memiliki fungsi sebagai daerah resapan air. Akan tetapi, laju
pertumbuhan penduduk dan pembangunan yang pesat, mengakibatkan daerah Tembalang
mengalami perubahan fungsi tata guna lahan. Dalam menghadapi permasalahan
tersebut, yang harus dilakukan adalah dengan menahan debit air berlebih yang
turun ke wilayah Semarang bawah yaitu dengan pembuatan sumur-sumur resapan di
daerah Semarang atas, yang dalam hal ini mengambil lokasi penelitian di
Kecamatan Tembalang. Dari perhitungan diatas didapatkan hasil bahwa volume air
di Kecamatan Tembalang yang tidak dapat terserap kedalam tanah jika terjadi
hujan sebesar 889 liter/detik. Untuk itu dibutuhkan 330 sumur resapan di
Kecamatan Tembalang dengan diameter sumur 0,2 meter untuk akuifer 20 m untuk
menggantikan debit air yang melimpas tadi.
Dalam
menentukan lokasi sumur resapan harus mempertimbangkan aspek fisik geologi,
karena tidak semua lokasi cocok untuk sumur resapan, contohnya adalah Perumahan
Bukit Diponegoro. Pembuatan sumur resapan pada perumahan tersebut akan
mengakibatkan longsor.
BAB
III
KESIMPULAN
Penghamburan
air akibat ketiadaannya penyaluran air yang baik pada lahan yang diairi dengan
irigasi (untuk penghematan dalam jangka pendek) dapat berakibat terjadinya
kubangan dan penggaraman yang akhirnya dapat menyebabkan hilangnya
produktivitas air dan tanah. Belum lagi lahan yang tertutup paving dan
bangunan. Sekarang ini di Kawasan Tembalang semakin marak pembangunan bangunan
dan paving. Sehingga air tidak dapat meresap masuk ke dalam tanah. Seiring
dengan majunya pembangunan perlu adanya sinkronisasi, antara pembangunan dan
penyediaan lahan untuk penyerapan air
tanah. Untuk mengantisipasi terjadinya kekeringan di daerah Tembalang, karna
lahan tidak mampu menyerap air. Namun agar lahan penyerapan berfungsi sesuai
harapan, harus ada relokasi ulang yang sesuai dengan kondisi geografisnya.
Tidak seperti sumur resapan di daerah Bukit Diponegoro yang malah menyebabkan
longsor. Dengan kata lain harus ada peninjauan wilayah lebih lanjut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar